Karya
Nani Handayani, S.Pd.
Guru Bahasa Indonesia MAN Pangkalan Balai
setelah dari sini aku harus berangkat ke rumah sakit, kekahawatiran merantai-rantai dalam hatiku. ingin segera kuselesaikan urusan di kantor ini, ah.... tapi antri ini terlalu panjang, kakiku rasanya sudah tak mampu lagi menahan pegal. mengantri dari pukul 7 hingga pukul 12 baru dapat giliran untuk dilayani sebagai warga masyarakat.
hatiku di sana, badanku di sini. segera setelah selesai dengan urusan elektronik di bilik kecil itu. aku segera pamit, mengundurkan diri, memindahkan fokus dan perhatian di tempat lain. kertas resep dan medical record yang kupegagng segera kusimpan. kulewati saja setiap bilah daun pintu, yang selalu menyeringai senyumnya sekedar mengatakan bagaimana keadaanmu hari ini? kemarin kulihat engkau pucat sekali, bagaiman hasil medical controlmu hari ini? sambil tersenyum, tapi kulewati saja mereka dengan deru campur langkah-langkah cepat kakiku meninggalkan mereka. ya... mereka cuma pintu, daun pintu tepatnya, tapi sudahlah setiap melihat warna mereka, aku ingat bahwa dua minggu lagi aku pasti akan bertemu mereka lagi, dan senyum rekah mereka pasti aku lihat lagi.
di parkiran, bapak tua, si penjaga pos satpam, sudah menanti kedatanganku dengan senyumannya, ia tahu kalau aku pasti akan menyapanya dengan senyum, sekedar mengatakan "pulang dulu, Pak" sembari menyinggungkan senyum di sudut-sudut riak wajah. tapi, senyumnya, kubalas sekilas saja, dengan jawaban, "ia, buru-buru ni, Pak". lalu melenggos saja seperti lupa dengan etika dan sopan santun bagaimana adat orang Jawa menghargai orang yang lebih tua dari aku.
rasanya kakiku ini maunya cepat-cepat saja, menggontai ia cepat, merayap setiap jejak-jejak kaki di atas aspal. awan mendung hitam mencoreng wajah serinya, setitik demi setitik menentes juga air dari wajah serinya, hujannnnnn.....
gerimisnya sedikit tapi membasahkanjuga pakaian dan kerudungku. tapi rintik gerimis ini tak akan mengahalangiku sedikitpun. kuberhentikan deru mesin kendaraan, langsung kucari tempat duduk baris kedua dari belakang, tempat yang nyaman untuk meregangkan kakiku dan urat sarafku.
huffff.... ini yang kesekian kalinya aku kontrol cuma untuk mengejar satu kata, SEMBUH, aku masih ingat kata lelaki bergelar dokter itu, menyapaku sekedar menunjukkan hasil ronsen, ini yang kesekian kalinya tubuhku harus menerima sinar x, sekedar merekam perkembangan. aku simak baik-baik penjelasannya, tak lepas dari satu kata nasihat, "sehat itu mahal lo mbak", sambil senyum. "alhamdulillah mbak sekarang masih bisa ada di sini, mbk masih bisa pergi ke sini"
"ya, ya, ya," cuma itu yang kuikrarkan dalam hati ketika menjawan semua nasehat dokter itu. ah.... hari ini gerimis hujan tak mau kompromi, awan yang cerah kulihat tadi pagi sekarang sedang berduka, tak pernah putus gemercik tetes air dari langit jatuh ke bumi, membias di aspal hitam, membasahi, menggenang di got-got jalan, basah jalanan basah, bau debu dicampur dengan debu, seperti Chairil "deru campu debu",
sebentar lagi, setelah persimpangan lampu merah ini, aku pasti sampai. bel menandakan aku bisa berhenti di sini. kubayar jasa sang sopir dengan ongkos yang ditetapkan pemerintah, tak ayal bila ada slogan "naik gratis, turun bayar" atau juga "jauh dekat 2.500" ada-ada saja, kupercepat langkahku setelah tiba di sebuah ruangan luas lebar aku segera menekan tombol-tombol angka dari layar telepon genggamku, di sudut sana kudengar kabar dari seorang gadis manis bisa kutebak itu suara gadis, si gadis berkeredung,,
kuikuti petunjuk sambil mempercepat langkahku, kutemui si gadis berkerudung di sudut jalan tapak. kulemparkan senyum padanya, ia langsung menjawab senyumku "mbak, barusan selesai pembedahannya". mungkin sebentar lagi, kataku dalam hati. aku duduk mendekati dinding bercat hijau, kusapa kerabat si gadis yang sedang menunggunya di ruang tunggu. ah sebentar lagi aku berpikir bisa melihat si gadis. hatiku tak tenang bila belum melihatnya dan mengetahui keadaanya bila ia baik-baik saja.
pintu berkaca itu terbuka, aku segera berlari mendekati, mencari tahu apa yang perlu dicari kebenarannya. hujan masih gerimis, awanpun masih berduka. kulihat seraut wajah dari balik pintu, kuamati baik-baik wajahnya, ah.... bukan si gadis. lalu aku duduk kembali menghempaskan kekecawaan. kulampiaskan pada si kursi, aku duduk lagi, kubuka telepon genggamku, ada deretan sms yang tak kupedulikan selagi di kendaraan umum tadi. kubalas satu demi satu... menyenangkan hati yang memberi waktu luang dan menghargai 150 rupiah yang dimilikinya untuk sekedar mengirim sms pada si empunya.
klik... pintu terbuka lgi, ahhh.... si gadis, si gadis, teriakku....
aih aih, wajah putihnya tampak lebih putih dari yang biasa kulihat, si gadis pucat sekali, ingin rasanya kutanyakan segala kekahawatiranku yang mengebu-ngebu dalam dada, ah.... tapi senyumnya sudah cukup mewakili segala gundah kekhawatiranku padanya. senyum itu yang kunanti-nanti dari tadi.
sepertinya ia ingin menceritakan apa yang ia rasakan dua jam lalu, tapi kuhentikan celoteh bibirnya aku tahu badannya masih lemas, wajahnya pucat belum berbinar lagi, tapi aku senang, senyum manisnya sudah berbinar menghiasi wajah pucatnya. deru galau hatiku sudah terobati
senyumlah terus gadis berkerudung, tak usah dipikirkan kenangan belahan hatimu, ini hidupmu yang baru, cukup hari ini aku banyak mendapat pelajaran darimu, tetaplah berbinar hai si gadis berkerudung, ini hari penuh bermakna bagiku bagaimana berkasih sayang dengan sesama, mencintai seseorang sepenuh hati, belajar mengikhlaskan takdir yang sudah tertulis jelas, menghargai apapun dan bersyukur dengan apapun yang dimiliki, yang melekat, walaupun kecil dan tak berarti sedikitpun.
***
Guru Bahasa Indonesia MAN Pangkalan Balai
setelah dari sini aku harus berangkat ke rumah sakit, kekahawatiran merantai-rantai dalam hatiku. ingin segera kuselesaikan urusan di kantor ini, ah.... tapi antri ini terlalu panjang, kakiku rasanya sudah tak mampu lagi menahan pegal. mengantri dari pukul 7 hingga pukul 12 baru dapat giliran untuk dilayani sebagai warga masyarakat.
hatiku di sana, badanku di sini. segera setelah selesai dengan urusan elektronik di bilik kecil itu. aku segera pamit, mengundurkan diri, memindahkan fokus dan perhatian di tempat lain. kertas resep dan medical record yang kupegagng segera kusimpan. kulewati saja setiap bilah daun pintu, yang selalu menyeringai senyumnya sekedar mengatakan bagaimana keadaanmu hari ini? kemarin kulihat engkau pucat sekali, bagaiman hasil medical controlmu hari ini? sambil tersenyum, tapi kulewati saja mereka dengan deru campur langkah-langkah cepat kakiku meninggalkan mereka. ya... mereka cuma pintu, daun pintu tepatnya, tapi sudahlah setiap melihat warna mereka, aku ingat bahwa dua minggu lagi aku pasti akan bertemu mereka lagi, dan senyum rekah mereka pasti aku lihat lagi.
di parkiran, bapak tua, si penjaga pos satpam, sudah menanti kedatanganku dengan senyumannya, ia tahu kalau aku pasti akan menyapanya dengan senyum, sekedar mengatakan "pulang dulu, Pak" sembari menyinggungkan senyum di sudut-sudut riak wajah. tapi, senyumnya, kubalas sekilas saja, dengan jawaban, "ia, buru-buru ni, Pak". lalu melenggos saja seperti lupa dengan etika dan sopan santun bagaimana adat orang Jawa menghargai orang yang lebih tua dari aku.
rasanya kakiku ini maunya cepat-cepat saja, menggontai ia cepat, merayap setiap jejak-jejak kaki di atas aspal. awan mendung hitam mencoreng wajah serinya, setitik demi setitik menentes juga air dari wajah serinya, hujannnnnn.....
gerimisnya sedikit tapi membasahkanjuga pakaian dan kerudungku. tapi rintik gerimis ini tak akan mengahalangiku sedikitpun. kuberhentikan deru mesin kendaraan, langsung kucari tempat duduk baris kedua dari belakang, tempat yang nyaman untuk meregangkan kakiku dan urat sarafku.
huffff.... ini yang kesekian kalinya aku kontrol cuma untuk mengejar satu kata, SEMBUH, aku masih ingat kata lelaki bergelar dokter itu, menyapaku sekedar menunjukkan hasil ronsen, ini yang kesekian kalinya tubuhku harus menerima sinar x, sekedar merekam perkembangan. aku simak baik-baik penjelasannya, tak lepas dari satu kata nasihat, "sehat itu mahal lo mbak", sambil senyum. "alhamdulillah mbak sekarang masih bisa ada di sini, mbk masih bisa pergi ke sini"
"ya, ya, ya," cuma itu yang kuikrarkan dalam hati ketika menjawan semua nasehat dokter itu. ah.... hari ini gerimis hujan tak mau kompromi, awan yang cerah kulihat tadi pagi sekarang sedang berduka, tak pernah putus gemercik tetes air dari langit jatuh ke bumi, membias di aspal hitam, membasahi, menggenang di got-got jalan, basah jalanan basah, bau debu dicampur dengan debu, seperti Chairil "deru campu debu",
sebentar lagi, setelah persimpangan lampu merah ini, aku pasti sampai. bel menandakan aku bisa berhenti di sini. kubayar jasa sang sopir dengan ongkos yang ditetapkan pemerintah, tak ayal bila ada slogan "naik gratis, turun bayar" atau juga "jauh dekat 2.500" ada-ada saja, kupercepat langkahku setelah tiba di sebuah ruangan luas lebar aku segera menekan tombol-tombol angka dari layar telepon genggamku, di sudut sana kudengar kabar dari seorang gadis manis bisa kutebak itu suara gadis, si gadis berkeredung,,
kuikuti petunjuk sambil mempercepat langkahku, kutemui si gadis berkerudung di sudut jalan tapak. kulemparkan senyum padanya, ia langsung menjawab senyumku "mbak, barusan selesai pembedahannya". mungkin sebentar lagi, kataku dalam hati. aku duduk mendekati dinding bercat hijau, kusapa kerabat si gadis yang sedang menunggunya di ruang tunggu. ah sebentar lagi aku berpikir bisa melihat si gadis. hatiku tak tenang bila belum melihatnya dan mengetahui keadaanya bila ia baik-baik saja.
pintu berkaca itu terbuka, aku segera berlari mendekati, mencari tahu apa yang perlu dicari kebenarannya. hujan masih gerimis, awanpun masih berduka. kulihat seraut wajah dari balik pintu, kuamati baik-baik wajahnya, ah.... bukan si gadis. lalu aku duduk kembali menghempaskan kekecawaan. kulampiaskan pada si kursi, aku duduk lagi, kubuka telepon genggamku, ada deretan sms yang tak kupedulikan selagi di kendaraan umum tadi. kubalas satu demi satu... menyenangkan hati yang memberi waktu luang dan menghargai 150 rupiah yang dimilikinya untuk sekedar mengirim sms pada si empunya.
klik... pintu terbuka lgi, ahhh.... si gadis, si gadis, teriakku....
aih aih, wajah putihnya tampak lebih putih dari yang biasa kulihat, si gadis pucat sekali, ingin rasanya kutanyakan segala kekahawatiranku yang mengebu-ngebu dalam dada, ah.... tapi senyumnya sudah cukup mewakili segala gundah kekhawatiranku padanya. senyum itu yang kunanti-nanti dari tadi.
sepertinya ia ingin menceritakan apa yang ia rasakan dua jam lalu, tapi kuhentikan celoteh bibirnya aku tahu badannya masih lemas, wajahnya pucat belum berbinar lagi, tapi aku senang, senyum manisnya sudah berbinar menghiasi wajah pucatnya. deru galau hatiku sudah terobati
senyumlah terus gadis berkerudung, tak usah dipikirkan kenangan belahan hatimu, ini hidupmu yang baru, cukup hari ini aku banyak mendapat pelajaran darimu, tetaplah berbinar hai si gadis berkerudung, ini hari penuh bermakna bagiku bagaimana berkasih sayang dengan sesama, mencintai seseorang sepenuh hati, belajar mengikhlaskan takdir yang sudah tertulis jelas, menghargai apapun dan bersyukur dengan apapun yang dimiliki, yang melekat, walaupun kecil dan tak berarti sedikitpun.
***